Jumat, 04 Maret 2011

Artikel tentang Gender oleh Ecko



KESETARAAN GENDER





Disusun Oleh :

                             Nama                           : Eko Ariyanto
                             NIM                               : 3501408025
                             Rombel                         : 01
                            

PENDIDIKAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010

1.      Latar Belakang

Mewujudkan UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 & Renstra Depdiknas 2005-2009 serta Tujuan Pendidikan Untuk Semua untuk tahun 2015: Tujuan 2: Menjamin bahwamenjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan yang sulit danmereka yang termasuk etnik minoritas, mempunyai akses pada danmenyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas yang baik. Tujuan 5: Penghapusan kesenjangan gender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 danmencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada tahun 2015 dengan fokus pada kepastian sepenuhnya bagi anak perempuan terhadap akses dalam memperoleh pendidikan dasar yang bermutu.
Banyak laki-laki mengatakan, sungguh tidak mudah menjadi laki-laki karena masyarakat memiliki ekspektasi yang berlebihan terhadapnya. Mereka haruslah sosok kuat, tidak cengeng, dan perkasa.
Ketika seorang anak laki-laki diejek, dipukul, dan dilecehkan oleh kawannya yang lebih besar, ia biasanya tidak ingin menunjukkan bahwa ia sebenarnya sedih dan malu. Sebaliknya, ia ingin tampak percaya diri, gagah, dan tidak memperlihatkan kekhawatiran dan ketidakberdayaannya.
Ini menjadi beban yang sangat berat bagi anak laki-laki yang senantiasa bersembunyi di balik topeng maskulinitasnya. Kenyataannya juga menunjukkan, menjadi perempuan pun tidaklah mudah. Stereotip perempuan yang pasif, emosional, dan tidak mandiri telah menjadi citra baku yang sulit diubah. Karenanya, jika seorang perempuan mengekspresikan keinginan atau kebutuhannya maka ia akan dianggap egois, tidak rasional dan agresif. Hal ini menjadi beban tersendiri pula bagi perempuan.
Keadaan di atas menunjukkan adanya ketimpangan atau bias gender yang sesungguhnya merugikan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Membicarakan gender tidak berarti membicarakan hal yang menyangkut perempuan saja. Gender dimaksudkan sebagai pembagian sifat, peran, kedudukan, dan tugas laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan norma, adat kebiasaan, dan kepercayaan masyarakat. Bias gender ini tidak hanya berlangsung dan disosialisasikan melalui proses serta sistem pembelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga.

2.      Pembahasan

Keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih egaliter. Kesetaraan gender seharusnya mulai ditanamkan pada anak sejak dari lingkungan keluarga. Ayah dan ibu yang saling melayani dan menghormati akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Demikian pula dalam hal memutuskan berbagai persoalan keluarga, tentu tidak lagi didasarkan atas "apa kata ayah". Jadi, orang tua yang berwawasan gender diperlukan bagi pembentukan mentalitas anak baik laki-laki maupun perempuan yang kuat dan percaya diri.
Memang tidak mudah bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan yang setara terhadap anak perempuan dan laki-lakinya. Sebab di satu pihak, mereka dituntut oleh masyarakat untuk membesarkan anak-anaknya sesuai dengan "aturan anak perempuan" dan "aturan anak laki-laki". Di lain pihak, mereka mulai menyadari bahwa aturan-aturan itu melahirkan ketidakadilan baik bagi anak perempuan maupun laki-laki.
Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan Depdiknas sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama guru.
Dalam hal ini diperlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah berwawasan gender. Selain itu, guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan bagi terciptanya kesetaraan gender dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang peka gender.

Teori Gender

Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan gender dikenal adanya dua teori, yaitu : Teori Nurture dan Teori Nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang diilhami dari dua teori tersebut yang merupakan keseimbangan yang disebut dengan Teori Equilibrium. Secara rinci teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut :
  1. Teori Nurture
Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil dari konstruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugggaaas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan laki-laki dan perempuan dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis dan perempuan sebagai proletar.
  1. Teori Nature
Menurut teori ini, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, dan harus bisa diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi bahwa diantara kedua jenis tersebut diberikan peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya.
  1. Teori Equilibrium
Di samping kedua teori tersebut, terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antar laki-laki dan perempuan, karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan peran laki-laki dan perempuan secara seimbang. Hubungan antara kedua elemen tersebut bukan saling bertebtangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain.
Dari yang sudah dijelaskan di atas tentang kesetaraan gender dapat disimpulkan bahwa gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Sedangkan bias gender adalah suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Saran saya agar bias gender tidak terjadi di keluarga, masyarakat, bangsa dan negara adalah dengan dibentuknya kesetaraan gander yang mulai ditanamkan pada anak sejak dari lingkungan keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar